Candi Mendut Terletak di Magelang

Lokasi: Jl. Mayor Kusen, Desa Mendut, Kota Mungkid, Kabupaten Magelang 56501
Map: Klik Disini
HTM: Rp.5.000 (Sudah termasuk tiket masuk ke Candi Pawon)
Buka Tutup: 07.00 – 18.00 WIB

Bagi masyarakat Jawa yang akrab dengan kesenian tradisional Ketoprak, tentu mengenal salah satu lakon Ketoprak yang bernama “Roro Mendut”, seorang perempuan dari dusun terpencil yang menemui nasib malang justru karena kecantikannya.

Dalam cerita klasik tersebut dituturkan bahwa Rara Mendut digelandang oleh Penguasa Pati, Adipati Pragola untuk dijadikan selir. Namun karena saat itu Kadipaten Pati hendak memisahkan diri dari Mataram, maka oleh bala tentara Sultan Agung diserang dan Pati berhasil ditundukkan.

Seiring dengan hancurnya Pati, perempuan itupun diboyong ke Mataram dan oleh Sultan Agung dihadiahkan kepada Tumenggung Wiroguno yang menjadi panglima perang saat menaklukkan Kadipaten Pati.

Karena usia Wiroguno sudah sangat tua, dia menolak diperistri dan meminta untuk diberi kesempatan mencari uang agar dapat menebus dirinya dari tangan Wiroguno.

Caranya mendapatkan uang adalah dengan menjual rokok yang telah dia isap. Karena wajahnya yang sangat cantik, banyak laki-laki yang rela membayar mahal untuk membeli rokok yang telah dihisap oleh perempuan ini.

Akhirnya, ada seorang laki-laki muda bernama Pranacitra yang jatuh hati kepadanya dan Mendutpun juga mencintanya. Hubungan asmara keduanya diketahui oleh Tumenggung Wiroguno, sehingga panglima perang kerajaan Mataram itupun murka dan menghabisi nyawa keduanya.

foto by instagram.com/wargamagelang

Kisah klasik yang kerap dijadikan skenario Ketoprak dan pernah diangkat dalam sebuah novel oleh Ajip Rosidi dan Romo mangun Wijaya tersebut, meski mengambil latar belakang jaman kerajaan dan setting di daerah Jawa Tengah, namun tidak ada hubungannya sama sekali dengan Candi Mendut yang ada di Kota Mungkit, Magelang.

Candi Mendut adalah sebuah bangunan yang memiliki fungsi untuk mengagungkan Buddha oleh para pemeluk Buddha Mahayana, seperti halnya Candi Sewu yang ada di Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten, Kalasan di Sleman, Yogyakarta dan Muara Takus di Kampar, Riau.

Mendut yang memiliki bangunan dengan ukuran jauh lebih kecil dibandingkan Borobudur maupun Prambanan, bahkan lebih kecil dibandingkan Candi Sewu, namun senantiasa menjadi pusat perhatian, karena setiap tahun selalu dijadikan sebagai tempat peringatan Puncak Hari Raya Waisak bersama dengan Borobudur.

Ratusan biksu dan ribuan umat Buddha dari seluruh penjuru tanah air, bahkan dari negara-negara tetangga berkumpul menjadi satu di pelataran Mendut untuk mengikuti rangkaian Prosesi Pradaksina.

foto by instagram.com/mybelovedtravel

Itu sebabnya Candi Mendut termasuk salah satu situs bersejarah yang keberadaannya sangat penting, utamanya bagi umat Buddha, dan masih difungsikan sebagai tempat ritual hingga saat ini.

Karenanya menjadi sangat menarik untuk berkunjung dan melakukan napak tilas di Candi Mendut, selain berkunjung ke Borobudur, Prambanan serta situs bersejarah lainnya yang di DIY dan Jawa Tengah.

Sejarah Singkat
❤️

Dalam deskripsi yang tertulis pada Wikipedia, berdasarkan isi Prasasti Karangtengah, Candi Mendut didirikan oleh Raja Indra dari Wangsa Syailendra yang berkuasa di Kerajaan Medang. Ketika itu Dinasti Syailendra tidak hanya berkuasa di wilayah Jawa Tengah saja, tapi juga di Sumatera, Cambodia sampai dengan India.

Dalam Prasasti Karangtengah yang ditulis sekitar tahun 824 Masehi oleh Raja Samaratungga disebutkan bahwa sebuah bangunan suci yang bernama Wenuwana atau venu-vana (hutan bambu) telah dibangun oleh ayahnya yang bernama Raja Indra.

Isi prasasti tersebut oleh J.G. de Casparis, seorang arkeolog dari Belanda dikaitkan dengan keberaaan Mendut dan ditarik kesimpulan bahwa bangunan suci bernama Wenuwana yang dimaksud tidak lain adalah Candi Mendut.

foto by instagram.com/mybelovedtravel

Pendapat senada juga disampaikan oleh Bhiku Pannyavaro dalam sebuah video dokumenter, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa nama asli dari Mendut adalah “Venuvana Mandira” yang artinya “Istana yang berada di tengah hutan bambu”.

Lanjut:  6 Daftar Pilihan Wisata Air Terjun Kece dan Yang Paling Eksotis di Daerah Magelang

Jadi tentang kapan waktu didirikannya candi dan bagaimana sejarahnya hingga saat ini masih belum diketahui, namun yang pasti sebelum tahun ditulisnya prasasti atau sebelum tahun 824 Masehi.

Bangunan peninggalan Raja Indra ini ditemukan untuk pertama kalinya pada tahun 1836 dalam kondisi tertimbun semak belukar. Bangunan yang didirikan pada abad ke-9 ini saat itu kondisinya hancur total kecuali bagian atap, sehingga tidak ubahnya seperti serpihan-serpihan puzzle yang berserakan.

Para arkeolog memperkirakan bahwa rusaknya Mendut tidak berbeda halnya dengan Borobudur, yaitu disebabkan oleh letusan Gunung Merapi yang dahsyat di tahun 1.006 M, sehingga membuatnya porak poranda karena tertimpah material vulkanis dan selama berabad-abad terkubur, seiring dengan dipindahkannya pusat pemerintahan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

foto by instagram.com/mybelovedtravel

Upaya untuk menyusun kembali puing-puing yang berserakan dilakukan pada tahun 1897. Namun upaya tersebut hasilnya tidak memuaskan, sehingga Brandes melakukan rekonstruksi sepanjang tahun 1901 – 1904.

Rekonstruksi tersebut pada tahun 1908 diambil alih oleh Van Erp yang pengerjaannya bersamaan dengan rekonstruksi Borobudur. Melalui rekonstruksi itulah sebagian atap bangunan dapat disusun kembali dan disempurnakan dengan pemasangan stupa kecil yang menjadi hiasan atap candi pada tahun 1925.

Dalam sebuah buku yang berjudul “Borobudur and Its Meaning” yang ditulis Caesar Voute disebutkan bahwa letak situs bersejarah ini terdapat di ujung Timur garis imaginer yang membentang dari Barat ke Timur sepanjang 3 km, melintasi Sungai Elo dan Sungai Progo yang menghubungkan 3 buah candi, yaitu Borobudur, Mendut dan Pawon.

Banyak arkeolog yang membandingkan lokasi ketiga candi tersebut dengan lokasi sungai-sungai suci di India yaitu Gangga dan Yamuna. Dengan melihat kondisi geografis berupa sungai-sungai yang dikelilingi kawasan perbukitan dan pegunungan yang ada di kawasan ketiga situs tersebut, terlihat sangat mirip dengan yang ada di India.

Kemiripan itulah kemungkinan besar yang menjadi bahan pertimbangan raja-raja pada masa lalu dalam memilih dan menentukan tempat didirikannya bangunan-bangunan suci bagi agama yang mereka anut yaitu agama Buddha.

Selayang Pandang❤️

foto by instagram.com/_zakiyatunnafisah

Situs yang kental dengan corak Buddha ini berbentuk bujur sangkar seluas 13,7 x 13,7 meter2 dengan tinggi keseluruhan bangunan mencapai 26,40 meter. Bangunan Mendut bertumpu pada batur setinggi 2 meter sehingga terlihat kokoh dan anggun. Di atas permukaan batur terdapat selasar yang cukup lebar lengkap dengan langkan.

Sementara dinding kakinya dihiasi dengan 31 buah panel berbentuk gambar sulur-suluran dan bunga yang cantik serta sejumlah relief yang memiliki cerita. Untuk bagian atap disusun oleh 3 kubus yang dikelilingi 48 kecil dengan bentuk semakin ke atas semakin kecil atau meruncing.

Pada bagian dalam ruangan yang memiliki ukuran cukup luas, terdapat tiga buah patung atau Arca Buddha setinggi 3 meter, yaitu Dhyani Buddha Wairocana atau Buddha Sakyamuni dengan posisi duduk serta sikap tangan membentuk dharmacakramudra seolah sedang memberikan wejangan atau menyampaikan ajaran, di depannya terdapat Arca Bodhisattva Avalokiteswara (Buddha penolong manusia) yang juga duduk namun dengan kakim kiri terlipat dan kaki kanan menjuntai ke bawah dan bertumpu pada bantalan teratai kecil, serta Arca Maitreya (Bodhisatwa pembebas manusia) yang duduk dengan posisi tangan membentuk simhakamamudra.

foto by instagram.com/tghsono93

Berbeda dengan bangunan candi Hindu dan Buddha lainnya di Indonesia yang arahnya menghadap matahari terbit, arah situs bersejarah yang satu ini menghadap ke Barat Laut.

Sedang material yang digunakan berupa batu bata yang ditutup batu andesit. Tidak jauh dari tempat berdirinya candi, terdapat pohon Bodhi berbatang besar dengan daun yang rindang. Bagi umat Buddha, Pohon Bodhi dipercaya sebagai tempat Siddharta Gautama memperoleh penerangan yang sempurna.

Lanjut:  5 Daftar Pilihan Resort Dengan Fasilitas Kelas Atas Yang Mewah Daerah Magelang, Harga Mulai Rp.455.000

Mendut Temple secara administratif terletak di JL. Mayor Kusen, Desa Mendut, Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, 56501, dengan titik koordinat 7°36′17,17″LU 110°13′48,01″BT .

Lokasinya yang dekat dengan jalan raya membuat tempat wisata sejarah ini sangat mudah dijangkau, baik dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Apalagi jarak situs ini dengan Borobudur hanya sekitar 3 km ke arah Timur atau sekitar 1,5 km arah Utara dari Candi Pawon.

Bagi pengunjung yang berangkat dari Kota Jogja, tinggal menyusuri jalan Yogyakarta – Magelang hingga tiba di Mungkit. Sesampai di traffic light, akan Anda temukan rambu petunjuk jalan menuju Borobudur yang berada di sisi kiri jalan.

Ikuti arah yang ditunjukkan rambu tersebut, dan sebelum sampai Borobudur, Anda sudah dapat menemukan alamat yang dituju yang berada di sebelah kanan jalan.

Belajar Tentang Moral
❤️

foto by instagram.com/backpackerfabito

Sebagai objek wisata sejarah, budaya serta religi, Candi Mendut menarik untuk dikunjungi bersama keluarga karena selain dapat belajar tentang sejarah masa lalu juga dapat belajar tentang moral melalui relief-relief yang terpahat pada dinding temple.

Karena rerief-relief tersebut fungsinya tidak hanya sekedar sebagai hiasan untuk mempercantik bangunan, tapi juga mengandung nilai-nilai history dan makna filosofi kehidupan.

Itu sebabnya pada saat berkunjung sangat disarankan untuk ditemani Pemandu Wisata yang dapat memberikan informasi seputar keberadaan situs termasuk memberikan keterangan tentang makna atau gambaran cerita yang terkandung pada relief-relief yang terpahat di dinding.

Terdapat sejumlah kisah, riwayat, legenda dan mitos pada relief-relief yang ada di dinding bangunan bercorak Buddha ini. Salah satu diantaranya menghiasi dinding pipi tangga yang menampilkan cerita Pancatantra dan Jataka.

Pancatantra merupakan salah satu karya sastra dunia yang ditulis pada abad pertama Masehi dan populer di wilayah Kashmir serta India. Karya sastra ini bercerita tentang Wisnusarma, seorang brahmana yang mengajari ketiga anak Prabu Amarasakti tentang kebijaksanaan duniawi dan kehidupan.

foto by instagram.com/wisata_magelang

Ilmu yang diajarkan tersebut tertuang dalam 5 buku, karena itu disebut Pancatantra yang artinya “lima ajaran”. Ciri khas dari ajaran Pancatantra ini diungkapkan dalam bentuk fabel atau cerita dengan menggunakan tokoh binatang.

Sehingga relief-relief yang jumlahnya sebanyak 31 panel di dinding situs ini banyak yang berbentuk binatang, begitu juga dengan tema dari masing-masing cerita, seperti “Angsa dan Kura-kura”, “Brahmana dan Kepiting”, “Dharmabuddhi dan Dustabuddhi” serta Dua Burung Betet yang Berbeda”.

Untuk melihat, mengidentifikasi dan mempelajari secara runtut semua relief yang menghiasi dinding, pengunjung harus melakukan pradaksina atau berjalan searah jarum jam.

Selain relief, terdapat benda-benda bersejarah lainnya yang ada di dalam candi, diantaranya adalah Arca tiga Buddha, yaitu Arca Cakyamuni, Arca Avalokisesvara dan Arca Maitreya, stupa-stupa yang berjumlah 48 buah yang terdiri atas 24 stupa di tingkat pertama, 16 stupa pada tingkat kedua dan 8 stupa pada bagian paling atas.

Terdapat pula stupa yang bentuknya memanjang ke atas menyerupai silinder serta masih banyak stupa yang belum teridentifikasi dan masih direkonstruksi yang ditempatkan di sebelah Utara candi. Itu sebabnya, meski wujud bangunan saat ini sudah mendekati bentuk aslinya, namun seperti apa wujud candi yang sebenarnya, hingga kini masih tetap menjadi misteri.

Selain itu, di dalam kompleks bangunan juga terdapat jaladwara atau saluran pembungan air dari selasar yang terletak di sepanjang dinding luar langkan. Jaladwara ini juga dimiliki oleh beberapa candi yang ada di Yogyakarta dan Jawa Tengah, hanya saja bentuk Jaladwara yang ada di Mendut lebih kecil dan lebih ramping dibandingkan Jaladwara yanga da di Borobudur dan Prambanan.

Relief-relief yang bentuknya sangat menawan ditambah benda-benda di sekeliling bangunan yang memberi kesan kuna, antik dan unik merupakan background yang menarik untuk dijadikan latar belakang foto. Karena itu jangan lupa untuk membawa kamera pada saat memasuki situs bersejarah ini.

Lanjut:  Cantiknya Taman Ramadanu, Kebun Bunga Celosia Hits di Magelang

Puas mengelilingi candi, sempatkan untuk berkunjung ke Vihara Buddha Mendut yang lokasinya tepat di sebelah candi. Vihara ini dulu merupakan biara Katholik yang pada tahun 1950-an tanahnya dibagi-bagikan kepada rakyat.

Tanah yang sudah menjadi milik rakyat tersebut selanjutnya dibeli oleh Yayasan Buddha dan didirikan vihara. Di dalam vihara terdapat tempat ibadah, asrama untuk calon biksu serta taman beserta beberapa patung Buddha.

Salah satu aktifitas menarik yang ada di Vihara ini adalah Ritual Chanting. Ritual ini berlangsung setiap malam pada pukul 07.00 – 08.00 dalam bentuk meditasi dengan mendengarkan alunan musik dan pujian-pujian dalam bentuk nyanyian.

Meski Ritual Chanting hanya dilakukan oleh mereka yang beragama Budhha, namun dengan ijin khusus, pengunjung dapat mengikuti kegiatan ritual tersebut.

Harga Tiket Masuk
❤️

instagram.com/wisata_magelang

Meski Mendut Temple dapat dilihat dari tepi jalan raya, namun detail relief dan bagian dalam candi hanya dapat dinikmati dengan masuk ke kawasan wisata. Untuk itu setiap pengunjung dikenakan tiket masuk dengan harga Rp.5.000 perorang include HTM Candi Pawon. Artinya dengan membeli satu tiket, pengunjung dapat masuk ke kedua situs bersejarah tersebut.

Harga tiket Mendut + Pawon mengalami kenaikan per 4 Mei 2024, karena sebelumnya tarif masuk hanya sebesar Rp.3.500. Meski demikian, HTM tersebut masih jauh lebih murah dibandingkan harga tiket Borobudur dan Prambanan yang sebesar Rp.40.000.

Disamping itu harga tiket Mendut + Pawon tidak membeda-bedakan antara wisatawan lokal dengan wisman. Sementara di Borobudur dan Prambanan, tiket masuk wisman 6 kali lipat lebih mahal yaitu US$ 25.

foto by instagram.com/wargamagelang

Fasilitas Yang Ada❤️

Dengan harga tiket yang murah, pengunjung hanya akan menemukan fasilitas area parkir dan kamar mandi / MCK di lokasi wisata.

Namun bukan alasan harga tiket yang membuat fasilitas yang disediakan bagi pengunjung terbatas, tapi lebih kepada lokasi wisata yang berada di kawasan kota, dimana berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan dapat ditemui di sekitar lokasi wisata, seperti warung-warung yang berjajar di pinggir jalan, kios-kios souvenir yang menjual berbagai macam kerajinan serta penginapan yang tidak sulit untuk didapatkan, baik berupa rumah penduduk yang dijadikan homestay, hotel maupun villa.

Candi Mendut buka setiap hari dari jam 07.00 – 18.00, kecuali pada Hari Raya Waisak. Karena pada saat itu, seluruh umat Buddha dari berbagai daerah bahkan tidak sedikit yang berasal dari negara-negara tetangga, berkumpul menjadi satu di kawasan Borobudur dan Mendut untuk mengikuti Prosesi Pradaksina.

Dalam prosesi tersebut puluhan biksu mengambil air dari sumber air Umbul Jumprit yang ada di Temanggung, kawasan Gunung Sindoro untuk dibawa ke pelataran Mendut.

Air yang disimpan dalam kendi tersebut selanjutnya ditempatkan di altar besar dan dibacakan paritta atau doa serta puja-puji. Setelah didoakan disertai beberapa proses ritual lainnya, air berkah kemudian disimpan di dalam bangunan candi melalui Prosesi Pradaksina.

Pada puncak peringatan Hari Waisak, umat Buddha yang berkumpul di lokasi candi akan diperciki dengan air berkah, karena air tersebut dipercaya dapat mendatangkan kesehatan dan keselamatan.


Satu pemikiran pada “Candi Mendut Terletak di Magelang”

Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!