Pelabuhan Ketapang Banyuwangi

Lokasi: Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur
Map: Klik Disini
HTM: Rp.15.000 (Sudah Termasuk Ongkos Parkir)
Buka Tutup: 24 Jam

Seiring dengan pesatnya laju industri pariwisata di Kabupaten Banyuwangi, berbagai bentuk fasilitas dan infrastruktur yang menjadi bagian dari dunia pariwisatapun turut menjadi sorotan, salah satu diantaranya adalah Pelabuhan Ketapang.

Pelabuah ketapang adalah tempat penyeberangan kapal ferry menuju ke Pelabuhan Gilimanuk yang ada di Pulau Bali, atau sebaliknya.

Nama Ketapang sendiri sudah sejak lama akrab di telinga wisatawan, selain karena keberadaan Pelabuhan juga karena Ketapang menjadi nama beberapa tempat di Indonesia.

Menariknya, tempat-tempat yang menggunakan nama Ketapang tersebut bersinggungan dengan pariwisata.

Entah bagaimana sejarah dan etimologi kata dari penggunaan nama Ketapang, namun yang pasti, setiap kali mendengar kata Ketapang, bayangan yang muncul pada pikiran seseorang selalu tertuju pada pariwisata.

Pertama adalah nama sebuah Pelabuhan di Lampung. Bagi mereka yang pernah berwisata ke Pulau Pahawang, tentu tahu letak dari Pelabuhan Ketapang Lampung.

Karena pelabuhan inilah yang dipakai sebagai tempat penyeberangan dari Lampung menuju ke Pulau Pahawang.

Meski merupakan dermaga kecil, Pelabuhan Ketapang Lampung ini cukup terkenal seiring dengan banyaknya artikel dan review tentang keindahan Pulau Pahawang di berbagai media massa dan media online.

Foto By @wondersofbanyuwangi

Kedua adalah nama sebuah Kabupaten di Kalimantan Barat yang juga kota terbesar di provinsi tersebut selain Pontianak.

Kabupaten Ketapang, Kalbar, selain dikenal dengan hasil tambangnya berupa intan, emas, timah hitam, aluminium (bauksit), biji besi dan nikel yang digali di kecamatan Kendawangan.

Kota ini juga merupakan salah satu daerah yang menjadi tujuan para wisatawan karena memiliki sejumlah objek wisata yang menarik, seperti Pulau Cempedak, Pulau Sempadi, Pulau Sawi, Pantai Tanjung Belandang dan lainnya.

Kabupaten ini juga dilengkapi dengan sejumlah instruktur yang representatif dalam mendukung industri pariwisata, seperti Bandar Udara Rahadi Oesman, Pelabuhan Ketapang, Hotel Aston, Borneo City Mall dan berbagai fasilitas serta infrastruktur lainnya.

Ketapang juga menjadi nama dari sebuah gili atau pulau kecil yang berada di antara Pulau Jawa dan Madura serta menjadi bagian dari wilayah administratif Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Gili Ketapang memiliki pantai berpasir putih dengan air laut yang jernih berwarna kebiru-biruan. Selain menyuguhkan pemandangan pantai menawan, area perairan ini juga memiliki taman bawah laut yang menarik untuk dijadikan objek snorkeling.

Tempat berikutnya yang menggunakan nama Ketapang adalah sebuah pantai yang masih natural di Nusa Tenggara Barat.

Letak Pantai Ketapang yang juga disebut Pantai Tanjung Menangis ini berada di Kecamatan Pringgabaya, Lombok.

Pantainya yang memiliki pasir berwarna hitam berpagar pohon-pohon kelapa dengan latar belakang Perbukitan Rinjani menyuguhkan suasana romantis, sehingga banyak dikunjungi wisatawan meski belum dikelola secara profesional.

Foto By @maulanariskan

Diantara kelima tempat yang menggunakan nama Ketapang tersebut, Pelabuhan Ketapang bwi boleh dibilang paling sering dijadikan konsumsi media.

Hal ini dikarenakan fungsi dari pelabuhan yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Bali ini sangat signifikan, sementara Pulau Dewata merupakan destinasi tujuan para wisatawan dari seluruh penjuru dunia.

Disamping itu, pesatnya perkembangan industri pariwisata di Banyuwangi juga membuat banyak penduduk Bali serta wisatawan tertarik untuk mencicipi objek wisata yang ada di Banyuwangi.

Selayang Pandang ❤️

Foto By @auliarare

Nama Pelabuhan Ketapang diambil dari nama desa tempat pelabuhan tersebut berada yaitu Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jatim.

Pelabuhan ini merupakan salah satu dari 4 pelabuhan yang ada di Banyuwangi, tiga yang lain adalah Pelabuhan Laut Tanjungwangi, Boom dan Wisata Watudodol.

Awalnya, Pelabuhan terbesar di Banyuwangi adalah Pelabuhan Boom yang pada era Kerajaan Majapahit dan sudah difungsikan sebagai bandar perdagangan.

Dan menjadi garis demarkasi hegemoni politik antara Kerajaan Jembrana yang ada di Bali dengan Kerajaan Mataram.

Seiring dengan bertambah banyaknya kapal-kapal besar yang berlabuh dan terjadinya pendangkalan akibat lumpur sera pasir yang memasuki muara pelabuhan, membuat lokasi pelabuhanpun dipindah ke Pantai Desa Meneng.

Pelabuhan Meneng dibangun pada tahun 1970 dan selesai pertengahan tahun 1973. Pelabuhan yang kemudian diberi nama Pelabuhan Tanjung Wangi tersebut akhirnya menjadi Pelabuhan Umum.

Lanjut:  Wisata Teluk Biru

Pelabuhan tersebut hadir untuk menggantikan fungsi dari Pelabuhan Boom yang kini hanya menjadi taman hiburan rakyat serta pelabuhan bagi para nelayan.

Berbeda halnya dengan Pelabuhan Ketapang, yang sejak awal memang merupakan Pelabuhan Penyeberangan yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Bali.

Seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali, lalu lintas laut yang hilir mudik di Selat Bali pun semakin bertambah.

Foto By @nite_travelmalang

Kapal-kapal ferry yang hilir mudik Ketapang – Gilimanuk juga tidak lagi mengangkut penumpang, tapi juga mengangkut logistik dengan menggunakan kapal roro (roll of – roll on) untuk mengangkut barang.

Kondisi itulah yang membuat jalur laut di selat Bali mengalami overload, sehingga pihak Kementrian Perhubungan merasa perlu untuk mengambil kebijakan dengan memfokuskan Pelabuhan Ketapang sebagai Pelabuhan Ferry Penumpang.

Sementara kapal roro yang mengangkut barang dari Pulau Jawa menuju ke Bali atau ke NTB dan NTT akan dialihkan ke Pelabuhan Tanjung Perak yang ada di Surabaya.

Padatnya arus lalu lintas di selat Bali tersebut, membuat Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas saat melakukan rapat koordinasi di ASDP Ketapang menyampaikan wacana untuk membangun jembatan yang melintasi Selat Bali.

Pembangunan Jembatan Selat Bali sendiri sebenarnya bukan ide baru, karena telah digagas oleh Prof. Dr. (HC) Ir. Sedyatmo (almarhum), guru besar ITB pada tahun 1960.

Gagasan Sedyatmo berupa pembangunan jembatan yang menghubungkan 3 pulau yaitu Pulau Sumatera, Jawa dan Bali yang diberi nama Tri Nusa Bimasakti.

Namun, gagasan tersebut menimbulkan kontroversi dan ditentang oleh banyak pihak dengan berbagai alasan. Salah satu diantaranya adalah I Komang Arsana, Ketua PHDI Kabupaten Jembrana.

Menurut Arsana, terpisahkannya Pulau Jawa dengan Pulau Bali merupakan suatu keniscayaan baik secara sekala maupun niskala, sebagaimana tertuang dalam mitologi.

Dimana Sang Hyang Sidimantra dengan sengaja memutus Pulau Jawa dengan Pulau Bali yang semula menyatu.

Dengan terputusnya kedua pulau yang dibatasi oleh laut, maka hal-hal negatif dari luar yang dapat memberi pengaruh buruk kepada Bali akan dapat lebih mudah diawasi, karena laut ibarat sebuah filter.

Selain itu, menurut I Komang Arsana, pembangunan jembatan penghubung Jawa dan Bali, akan membuat terjadinya pergeseran-pergeseran nilai dan berpengaruh terhadap tatanan sosial budaya masyarakat Bali.

Itu sebabnya, meski sudah sejak lama jembatan yang melintasi Selat Bali tersebut digagas, namun hingga kini masih belum terealisasi.

Foto By @jonrambo49

Pelabuhan Ketapang sebagai pelabuhan yang paling sibuk kedua se-Indonesia ini, berada di bawah naungan dan pengelolaan PT ASDP Persero yang menempati area seluas 27.780 meter2.

Di atas area itulah berdiri lapangan parkir seluas 11.957 meter2, ruang transit 462,08 meter2, rumah genset 28 meter2, shelter 259 meter2, Gank Way / Boarding Bridge 141 meter2, Catwalk 128 meter2.

Serta Treastle 892 meter2, Gudang Terminal dan Kantor 2.977 meter2, Rumah Kontrol Movable Bridge 42 meter2, Rumah Jembatan Timbang 96 meter2, Tandon Air Bersih 150 meter2 dan Pertamanan 2.977 meter2.

Selain itu, Pelabuhan Ketapang juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas dan infrastruktur untuk menunjung kinerja pelabuhan, diantaranya adalah: Listrik Power Suply 345 kva, 1 unit Jembatan Timbang berkapasitas 50 ton, 2 set peralatan informasi.

Serta 1 set hydrant, 2 unit Movable Bridge, 1 unit ponton, 3 unit Beaching, 6 unit Metal Detector, 6 unit Mirror Detector, 17 unit CCTV.

Dan juga 3 unit Wing Barrier, 3 unit Loket Kendaraan Roda 2, 4 unit Loket Kendaraan Roda 4, Generator, Bunker BBM dan mushollah.

Di pelabuhan ini, sebanyak 42 kapal setiap harinya standby dan yang beroperasi sebanyak 35 kapal terdiri dari 23 kapal ferry penumpang dan kendaraan roda 2/4 serta 12 kapal LCT atau kapal cargo yang khusus mengangkut barang.

Bahkan, pada musim liburan jumlah kapal yang beroperasi di Pelabuhan Ketapang bisa bertambah menjadi 39 kapal.

Beberapa nama kapal ferry penumpang tersebut diantaranya adalah: Kmp Nusa Makmur, Kmp Nusa Dua, Kmp Rajawali Nusantara, Kmp Marina Pratama, Kmp Dharma Rucitra, Kmp Sereia Do Mar, Kmp Satria Nusantara serta yang lain.

Sedang nama-nama kapal cargo yang beroperasi di Pelabuhan Ketapang diantaranya adalah Lct Trisna Dwitya, Lct Bhaita Caturtya, Lct Putri Sritanjung, Lct Pancar Indah, Lct Trans Jawa 9, Lct Cipta Harapan XII, serta yang lain.

Lanjut:  Potret Indahnya Pantai Sukamade (Meru Betiri National Park) dan Berapa Harga Tiket Masuknya?

Untuk harga tiket penyeberangan ke Pelabuhan Gilimanuk, pihak pengelola pelabuhan yakni ASDP Ketapang bersama dengan Direktorat Angkutan Umum Multimoda Kementrian Perhubungan.

Dan juga para pengusaha kapal, melalui rapat bersama telah memutuskan untuk menyesuaikan tarif penyeberangan sejak 10 Mei 2024, setelah 3 tahun lamanya tidak pernah mengalami kenaikan. Harga tiket penyeberangan tersebut adalah sebagai berikut:

Untuk penumpang dewasa Rp.6.500, anak-anak Rp.4.500. Untuk kendaraan sepeda Rp.7.500, Motor Rp.24.00, Motor 500cc Rp.37.000, Kendaraan Penumpang golongan IV Rp.159.000, kendaraan barang golongan IV Rp.141.000.

Sementara Kendaraan Penumpang golongan V Rp.302.000, kendaraan barang golongan V Rp.242.000, Kendaraan Penumpang golongan VI Rp.495.000 dan kendaraan barang golongan VI Rp.141.000.

Rute Menuju Lokasi❤️

Foto By @auliarare

Satu-satunya jalur darat untuk bisa sampai ke Bali adalah dengan menyeberang Selat Bali melalui Pelabuhan Ketapang.

Karena itulah mereka yang datang ke Pelabuhan Ketapang, sebagian besar karena ingin melanjutkan perjalanan ke Bali, baik untuk tujuan wisata, bisnis maupun yang lain.

Sebagaimana yang tertera pada gambar peta, bagi mereka yang hendak ke Ketapang menggunakan kendaraan pribadi, dapat memilih Jalur Selatan dengan melewati Kabupaten Jember atau melalui Jalur Utara melalui Situbondo.

Untuk yang memilih Jalur Utara akan melewati Kraksaan, Paiton, Besuki dan Situbondo, dilanjutkan ke Asembagus, Wongsorejo, Banyuwangi hingga tiba di Ketapang.

Untuk yang menggunakan Jalur Selatan, akan melewati Kota Probolinggo, Leces, Tanggul, Rambipuji dan Jember.

Selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan melewati Sempolan, Gumitir, Kalibaru dan Glenmore, lalu menuju ke Genteng, Rogojampi, Klabat, Banyuwangi sebelum akhirnya tiba di lokasi.

Untuk mereka yang menggunakan sarana transportasi umum terdapat dua alternatif yang dapat dipilih, yaitu dengan menggunakan bus dan kereta api.

Perjalanan dengan menggunakan bus dapat dilakukan kapan saja, karena rute bus yang menuju Banyuwangi tersedia 24 jam, baik yang berangkat dari Terminal Bungurasih, Surabaya maupun dari Terminal Arjosari, Malang.

Perjalanan dengan menggunakan kereta api, bisa naik Kereta Api Sri Tanjung untuk yang berangkat dari Jogja, Kereta Api Logawa untuk yang berangkat dari Purwokerto.

Atau Kereta Api Mutiara Timur dan Probowangi untuk yang berangkat dari Stasiun Gubeng Surabaya dan Kereta Api Tawang Alun yang yang berangkat dari Malang.

Satu hal yang harus diperhatikan adalah jangan sampai keliru dalam memilih stasiun yang menjadi tempat pemberhentian.

Karena di Banyuwangi terdapat 10 stasiun kereta api, yaitu Stasiun Kalibaru, Glenmore, Sumber Wadung, Kali Setail, Temuguruh, Singojuruh, Rogojampi, Karangasem, Argopuro dan Stasiun Banyuwangi Baru.

Untuk menuju ke Pelabuhan Ketapang, pilihlah Stasiun Banyuwangi Baru sebagai tempat pemberhentian terakhir, karena jarak stasiun ini cukup dekat dengan pelabuhan, yaitu sekitar 100 meter yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

Aktifitas di Pelabuhan
❤️

Foto By @27trans

Melihat aktifitas di Pelabuhan Ketapang, tidak berbeda halnya dengan aktifitas yang berlangsung di pelabuhan-pelabuhan lain, seperti kapal-kapal yang sedang melakukan aktifitas bongkar muat barang.

Atau antrean penumpang yang akan beli tiket di loket atau keluar masuk kapal, para pedagang asongan yang menjajakan barang-barang dagangannya, buruh-buruh angkut, dan sebagainya.

Hanya saja, sebagai pelabuhan kedua paling ramai di Indonesia, ada beberapa hal berbeda yang dapat dijumpai di Pelabuhan Ketapang.

Salah satu diantaranya adalah keberadaan para pedagang asongan yang menjual makanan, minuman, asesoris, koran dan sebagainya.

Tidak seperti para pedagang asongan di sejumlah pelabuhan, terminal atau stasiun, para pedagang asongan di sini selalu tampil rapi dengan memakai sepatu, mengenakan seragam yang berbeda setiap 2 hari sekali, serta dilengkapi ID Card.

Pemandangan berbeda juga dapat ditemui dari banyaknya kendaraan yang keluar masuk pelabuhan. Kendaraan yang didominasi mobil pribadi dan bus tersebut seolah tidak pernah ada habisnya yang keluar masuk pelabuhan, baik siang maupun malam.

Padatnya jadwal operasional kapal tersebut membuat antrian panjang tidak dapat dielakkan ketika pelabuhan ditutup meski hanya untuk beberapa saat.

Salah satu misal pada tanggal 1 – 2 Juni-2021 yang lalu. Akibat cuaca buruk berupa angin kencang di perairan Selat Bali sebagaimana informasi yang disampaikan oleh BMKG (Badan Meteorologi, Kloimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika).

Hal tersebut membuat pihak UPP (Unit Penyelenggara Pelabuhan) Kelas III Ketapang melakukan buka tutup penyeberangan.

Lanjut:  40 Objek Wisata di Banyuwangi, Sudah ke Sini Belum?

Akibatnya, arus kendaraan yang menuju pelabuhan pun macet hingga depan Lanal Banyuwangi yang jauhnya berkilo-kilo meter.

Selain faktor cuaca buruk, penutupan penyeberangan di Pelabuhan Ketapang juga rutin dilakukan setiap kali tiba Hari Raya Nyepi.

Pada saat itu, pintu penyeberangan akan ditutup selama sehari penuh untuk menghormati datangnya hari raya umat beragama Hindu tersebut.

Sebelum dan sesudah penutupan pelabuhan, biasanya diwarnai dengan penumpukan penumpang dan kendaraan yang hendak menyeberang.

Sehingga pihak UPP Kelas III Ketapang akan menambah jumlah kapal yang beroperasi dan mempercepat trip perkapal, dari semula 8 – 9 kali pemberangkatan perhari menjadi 9 – 10.

Panjangnya kendaraan yang antri juga selalu terjadi pada musim liburan di bulan Desember, pada saat Natal, Tahun Baru dan pada Hari Raya Idul Fitri.

Seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri hingga 10 hari sesudahnya, jumlah penumpang yang memadati pelabuhan rata-rata di atas 42.000 orang, kendaraan roda dua rata-rata sebanyak 7.500 unit dan kendaraan roda empat rata-rata 5.000 unit.

Panjangnya antrian tersebut setiap harinya antara 2 – 3 km di sepanjang Jalan Raya Situbondo – Banyuwangi.

Untuk mengantisipasi membludaknya jumlah penyeberang, pihak UPP Kelas III Ketapang biasanya memberlakukan tarif khusus pada waktu-waktu tertentu.

Salah satu contoh untuk mengantisipasi arus mudik lebaran ditahun 2015, PT ASDP menerapkan tarif berbeda untuk penyeberangan pada siang hari (06.00 – 18.00).

Foto By @rajih.arraki

Dan pada malam hari (18.00 – 06.00) yang berlaku hanya untuk 4 hari yaitu pada 13 – 16 Juli 2015.

Pemandangan menarik lainnya yang dapat ditemui di pelabuhan yang beralamat di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi ini adalah keberadaan anak-anak logam yang akrab dipanggil Arlog (Arek-arek Logam).

Mereka adalah anak-anak yang tinggal di sekitar pelabuhan yang mengais rejeki dengan cara mengumpulkan kepingan-kepingan uang logam bernilai Rp.500 – Rp.1.000 yang dilempar para penumpang dari atas kapal.

Kepingan-kepingan uang logam yang jatuh dan tenggelam ke dalam air laut tersebut diburu oleh anak-anak logam dengan cara menyelam.

Dan setelah berhasil mendapatkan uang tersebut, mereka lantas menggigitnya saat kembali ke atas permukaan air sebagai tanda terima kasih dan untuk menunjukkan kepada si pelempar uang bahwa uang yang dilempar berhasil mereka dapatkan.

Foto By @welovebwi

Selain menunggu para penumpang kapal melemparkan koin-koin uang, ada juga beberapa anak yang naik ke atas kapal, dan meminta kepada beberapa penumpang untuk memberinya sejumlah uang.

Sebagai imbalannya, mereka akan melakukan atraksi dengan meloncat dari atas kapal yang tingginya antara 12 – 15 meter.

Perburuan koin dan atraksi loncat dari atas kapal tersebut menjadi tontonan sekaligus memberikan daya tarik tersendiri bagi para penumpang di Pelabuhan Ketapang.

Banyak cerita yang dapat dijumpai di tengah ribuan orang yang setiap harinya memadati Pelabuhan Ketapang.

Cerita tersebut juga dihadirkan oleh alam yang menampakkan keindahannya pada pagi dan sore hari.

Di pagi hari, siluet cahaya matahari yang memancar dari ufuk timur, terlihat sangat menawan saat dilihat dari area pelabuhan. Begitu juga pada saat menyeberangi Selat Bali pada sore hari.

Disepanjang perjalanan dari Ketapang menuju Gilimanuk, para penumpang kapal akan disuguhi lukisan alam berupa indahnya sunset yang berpadu harmonis dengan Gunung Ijen dan Gunung Raung sebagai latar belakangnya.

Foto By @febrinainfebri

Karena itu, bagi siapapun yang ingin menyeberang dari Ketapang ke Gilimanuk atau sebaliknya, disarankan untuk berada di lokasi pelabuhan sekitar pukul 05.00 pagi atau pukul 17.00 sore.

Hal tersebut bertujuan agar dapat menyaksikan indahnya sunrise dan sunset yang memanjakan mata.

Jangan lupa pula untuk membawa kamera agar dapat mengabadikan lukisan alam tersebut dalam sebuah bingkai foto.


2 pemikiran pada “Pelabuhan Ketapang Banyuwangi”

Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!