Cara Ke Pulau Kemaro

Lokasi: Kota Palembang, Sumatera Selatan
Map: Klik Disini
HTM: Gratis
Buka Tutup: 09.00 – 17.00 WIB

Pulau Kemaro bagi sebagian traveller bukan nama yang asing, terutama bagi mereka yang pernah berkunjung ke Sumatera Selatan terlebih ke Kota Palembang, atau yang menyukai wisata religi serta wisata yang bernuansa Oriental.

Karena pulau yang terletak di tengah Sungai Musi ini memang menghadirkan wisata religi berbalut suasana negeri China dengan pemandangan sekitar yang indah.

Nama Pulau kemaro semakin populer semenjak MNCTV menayangkan FTV dengan judul Legenda Pulau Kemaro pada pertengahan tahun 2017. Sebelumnya, tepatnya pada tahun 2014, sebuah lagu berirama keroncong dengan judul yang sama diciptakan oleh Ruslan Kamaluddin.

foto by instagram.com/victoriaadrianaphotography

Berbagai sudut dari Pulau Kemaro yang dapat dilihat dalam video dari lagu tersebut, bisa menjadi gambaran singkat, betapa indahnya pulau yang memiliki luas 5 hektar ini. Tidak heran pada saat peringatan Cap Go Meh, banyak wisatawan dari luar negeri yang menyempatkan diri untuk mengunjungi pulau ini

Selayang Pandang❤️

Mengambil rujukan dari wikipedia dan sejumlah artikel dari beberapa situs wisata, Pulau Kemaro yang memiliki luas sekitar 5 hektar merupakan delta kecil yang berada di antara kawasan industri yaitu Pertamina Plaju, Pabrik Pupuk Sriwijaya dan Sungai Gerong.

Nama “Kemaro” diambil dari istilah lokal yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti “Kemarau”. Diberi nama Pulau Kemaro karena pulau yang terletak di tengah Sungai Musi ini memiliki satu keistimewaan yaitu tidak pernah tenggelam atau terendam oleh air meskipun air Sungai Musi dalam kondisi pasang.

foto by instagram.com/zulmye

Karena keunikan itulah sejarah mencatat, pada masa pemerintahan Keraton Palembang Darussalam, Kemaro dijadikan sebagai lokasi benteng pertahanan lapis pertama yang diberi nama Benteng Tambak Bayo.

Keberadaan benteng tersebut membuat kolonial Belanda sulit untuk dapat menguasai Palembang. Upaya Belanda untuk menghancurkan benteng tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1811 namun baru berhasil merebutnya pada tahun 1821 melalui tipu muslihat. Begitu Benteng Tambak Bayo berhasil direbut, tidak lama kemudian Palembang dapat ditaklukkan.

Namun sayang, benteng yang bersejarah tersebut saat ini puing-puingnya tidak tersisa sama sekali. Sebagai gantinya, sekitar tahun 1960-an berdiri bangunan Klenteng, Pagoda dan bangunan-bangunan lainnya dengan nuansa oriental, karena di pulau tersebut banyak dihuni oleh etnis Tionghoa.

foto by instagram.com/mega.li.73

Berdirinya bangunan-bangunan bernuansa China tersebut membuat kisah tentang Benteng Tambak Bayo tenggelam dan yang lebih populer serta menjadi konsumsi para wisatawan adalah cerita tentang The Legend of Tan Bun Ann & Siti Fatimah.

Lanjut:  Lagi Cari Toko Buah Segar Pilihan di Sekitar Kota Palembang, Ini Dia Rekomendasinya

Kisah cinta yang dramatis tersebut bahkan diabadikan dalam sebuah prasasti yang dibangun tahun 2006 dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang.

Dalam legenda tersebut dikisahkan bahwa konon dahulu ada putri raja bernama Siti Fatimah yang dipersunting saudagar Tionghoa bernama Tan Bun Ann. Setelah menikah, merekapun pergi ke negeri China untuk mengunjungi orang tua Tan Bun Ann yang kaya raya.

Saat hendak pulang kembali ke Palembang, Tan Bun Ann diberi hadiah 7 guci oleh orang tuanya. Guci itupun dibawa pulang. Begitu sampai di perairan Sungai Musi, ketujuh guci tersebut dbuka oleh Tan Bun Ann dengan disaksikan oleh istrinya.

foto by instagram.com/zulmye

Ternyata ketujuh guci tersebut berisi sawi-sawi asin. Karena menganggap hadiah dari orang tuanya tersebut tidak pantas, Tan bun Ann pun marah. Dia membuang guci-guci tersebut ke tengah Sungai Musi.

Salah satu dari guci itu jatuh di tepi sungai dan terbuka. Saat dilihat, ternyata di bawah sawi asin terdapat tumpukan emas dan permata.

Terbawa oleh rasa bersalah kepada orang tuanya dan juga ingin menyelamatkan emas permata dalam guci yang dibuang ke tengah sungai, Tan Bun Ann pun menceburkan diri ke sungai.

Derasnya arus Sungai Musi, membuat laki-laki itu terserat arus dan tenggelam. Salah seorang pengawal yang ingin menyelamatkan, ternyata juga ikut tenggelam.

Siti Fatimah yang menyaksikan peristiwa tersebut tidak tinggal diam. Diapun ikut menceburkan diri untuk menyelamatkan suaminya. Namun putri raja ini menemui nasib yang sama. Dia juga ikut tenggelam dan jasadnya tidak pernah diketemukan.

foto by instagram.com/mindroom_video

Tidak berapa lama setelah terjadinya peristiwa tersebut, di tempat tenggelamnya ketiga orang itu muncul sebuah pulau yang kini dikenal dengan nama Pulau Kemaro.

Di tengah pulau tersebut terdapat 3 gundukan tanah yang mirip batu karang dan dipercaya sebagai makam dari Siti Fatimah, Tan Bun Ann dan prajuritnya. Makam dengan nisan bertuliskan bahasa Tionghoa itu hingga kini masih terawat dengan baik.

Mitos tersebut hingga kini memang masih menjadi misteri, karena tidak ada naskah sejarah ataupun makalah ilmiah yang menjelaskan tentang kapan terjadinya peristiwa tersebut dan siapa raja yang menjadi orang tua dari Siti Fatimah.

Namun, meskipun hanya sekedar story, penggambaran kisah tentang pedagang Tionghoa yang berkunjung ke Palembang, menunjukkan bahwa sejak dahulu Palembang merupakan kerajaan besar yang menjadi tujuan para pedagang dari negeri China, India serta kawasan Timur Tengah.

Lanjut:  OPI Water Fun, Punya Seluncuran Sepanjang 111 Meter

Cara Menuju Lokasi❤️

foto by instagram.com/me_yanti80

Berada di pusat Kota Palembang, tepatnya di bantaran Sungai Musi yang tidak jauh dari Jembatan Ampera, membuat Pulau Kemaro tidak sulit untuk diakses. Bagi wisatawan yang datang dari luar pulau dapat mengambil penerbangan yang menuju ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II.

Keluar dari bandara dilanjutkan dengan menggunakan taksi atau menyewa mobil di rental yang ada di sekitar bandara untuk menuju Benteng Kuto Basak (BKB). Di sana dapat dijumpai perahu-perahu yang disewakan, mulai dari perahu ketek berukuran sedang, perahu tongkang besar sampai dengan speedboat.

Bagi wisatawan yang datang bersama rombongan besar dapat menyewa perahu tongkang seharga Rp.1,5 juta – Rp.2 juta. Untuk rombongan kecil dapat memanfaatkan perahu ketek dengan biaya sewa Rp.300.000 – Rp.400.000.

Sedang untuk yang datang sendiri atau bersama rombongan yang jumlahnya kurang dari 5 orang dapat menggunakan speedboat dengan tarif Rp.200.000 – Rp.250.00.

Biaya tersebut untuk perjalanan pulang – pergi dengan sistem perahu yang disewa menunggu di dermaga Pulau Kemaro atau dijemput sesuai dengan jam yang telah disepakati bersama.

foto by instagram.com/rendybf

Jarak Kemaro dengan Jembatan Ampera sekitar 6 km dengan lama perjalanan sekitar 25 – 30 menit untuk yang menggunakan perahu ketek atau tongkang dan sekitar 10 – 15 menit untuk perjalanan yang menggunakan speedboat.

Daya Tarik
❤️

Saat menginjakkan kaki ke Pulau Kemaro, suasana ala Negeri China akan langsung dirasakan oleh para wisatawan lewat pintu gerbangnya yang dihiasi dengan ornamen-ornamen bergaya Oriental. Meski memiliki pintu gerbang, namun pengunjung tidak dikenakan tiket masuk alias gratis.

Begitu melewati pintu gerbang. sebuah prasasti tentang Legenda Pulau Kemaro yang tertulis pada sebuah batu marmer dapat dilihat di tengah pelataran.

Selanjutnya, beberapa bangunan dengan arsitektur bergaya China serta bangunan tempat ibadah umat Tridharma menjadi pengisi utama area yang ada di tengah Pulau Kemaro, yang dapat dijelajahi oleh wisatawan satu persatu.

foto by instagram.com/_bo2n_

Konon bangunan yang pertama kali berdiri di pulau tersebut adalah vihara atau Kelenteng Hok Tjing Rio yang lebih dikenal dengan sebutan Klenteng Kuan Im.

Tempat beribadah yang dibangun pada tahun 1962 ini sampai sekarang masih difungsikan. Di depan kelenteng inilah terdapat makam dari Tan Bun Ann, Siti Fatimah dan prajuritnya.

Bangunan lain yang keindahannya menarik untuk dinikmati adalah pagoda berlantai 9 yang dibangun pada tahun 2006. Pagoda ini bahkan tidak hanya menarik untuk dilihat, tapi juga dijadikan latar belakang foto, karena bentuk bangunan dan ornamennya kental dengan nuansa China.

Lanjut:  Bukit Golf Resto

Di salah satu sudut pulau, pengunjung juga dapat menjumpai sebuah pohon langka yang dinamakan “Pohon Cinta”. Konon pohon tersebut melambangkan kisah cinta yang abadi antara Tan Bun Ann dan Siti Fatimah.

Masyarakat setempat banyak yang percaya bahwa jika ada sepasang kekasih yang mengguratkan nama mereka pada batang pohon tersebut, maka cinta mereka akan abadi.

Itu sebabnya, pohon ini kemudian dikelilingi oleh pagar, agar tidak dirusak oleh pengunjung yang ingin mengguratkan nama mereka pada batang pohon.

foto by instagram.com/23herlinz

Melakukan tour ke Pulau Kemaro dapat dilakukan kapanpun, karena pulau ini terbuka untuk umum selama 1 x 24 jam dan 365 hari dalam setahun. Namun disarankan untuk berkunjung pada saat Perayaan Cap Go Meh atau 15 hari pasca Tahun Baru Imlek, karena pada saat itu Pulau Kemaro menyuguhkan suasana yang berbeda.

Pengunjung akan dapat menyaksikan sejumlah ritual untuk menyambut Cap Go Meh, salah satunya dengan menyembelih kambing berwarna hitam di depan ketiga makam yang ada di depan Klenteng.

Pada saat itu juga digelar berbagai macam pertunjukan kesenian tradisional Tionghoa, seperti Barongsai, Drama Tradisional China, Wayang Potehi, permainan sejumlah alat musik tradisional seperti Erhu, Gaohu, Banhu, Gehu, Liuqin, Yanqin dan alat musik yang lain serta alunan lagu-lagu Tionghoa.

Sejumlah kuliner khas China juga dapat dinikmati di tempat ini sejak pagi hingga malam hari, karena semakin malam suasana justru semakin meriah lewat ribuan lampion yang dipasang di setiap sudut pulau dengan menggunakan lampu-lampu hingga puluhan ribu watt.

Dengan daya tarik yang disuguhkan utamanya pada puncak peringatan Cap Go Meh, membuat Pulau Kemaro tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan lokal, tapi juga tidak sedikit wisatawan yang datang dari negeri tetangga seperti dari Malaysia dan Singapura, bahkan dari Negeri China.


Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!