Buka Jam Berapa Kampung Batik Trusmi Cirebon?

Foto By @batiksalmacirebon

Lokasi: Dusun Trusmi, Desa Weru Lor, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat 42273
Map: Klik Disini
HTM: Rp.15.000
Buka Tutup: 09.00 – 17.00 WIB
Telepon: 0341 – 595929

Warisan Budaya❤️

Sebagai warisan budaya dunia yang diakui UNESCO, batik memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan sebagai produk tekstil khas Indonesia.

Itu sebabnya sentra-sentra penghasil batik yang sudah ratusan tahun berproduksi hingga kini masih dapat bertahan, bahkan di sejumlah daerah banyak bermunculan sentra-sentra baru hadir menawarkan berbagai corak dan motif.

Alhasil, ragam batik pun semakin berkembang, meski corak dan motif klasik masih banyak diminati, namun motif konvensional juga cukup ramai diburu oleh pasar.

Beberapa sentra batik yang selama ini telah memiliki nama di tanah air, diantaranya adalah Jogja, Pekalongan, Solo, Lasem, Kudus, Kuningan, Madura, Jember, Malang dan beberapa daerah lainnya.

Termasuk juga khas Cirebon lewat Kampung Batik Trusmi yang populer dengan motif Batik Mega Mendungnya.

Foto By @batikcirebontrusmi

Motif berbentuk awan yang merupakan akulturasi antara Budaya Cirebon dan China ini, konon terinspirasi dari Pernikahan antara Pangeran Cakrabuana (1452 – 1479) dengan putri dari Cina.

Sehingga motif yang telah didaftarkan ke UNESCO oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata ini sarat akan filosofi sebagaimana motif batik klasik lainnya.

Terlepas dari popularitas motif Mega Mendung, Kampung Trusmi memiliki potensi besar sebagai produsen batik di tanah air.

Batik Trusmi juga memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya dan edu-wisata, karena eksistensi kampung ini sebagai penghasil batik sudah dimulai sejak abad ke-14.

Bekerja sebagai pengrajin batik bagi masyarakat yang tinggal di kampung ini tidak hanya sekedar untuk mencari makan, tapi juga menjadi bagian dari adat dan budaya serta pola hidup mereka sehari-hari.

Tidak heran jika di Kampung Trusmi dan beberapa desa di dekatnya, seperti Desa Kaliwulu, Wot Galih, Kenduruan, Paoman, Gamel dan Kali Tengah, jumlah pengrajin mencapai lebih dari 3.000 orang.

Ya meskipun jumlah pengrajin tersebut dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.

Semakin berkurangnya jumlah pengrajin tersebut bukan berarti eksistensi dari kampung ini sebagai produsen batik terancam.

Hanya saja memang butuh perhatian yang serius dari pemerintah agar julukan Trusmi sebagai Kampung Batik dapat terus dipertahankan.

Sekilas Tentang❤️

Foto By @afrianfanspage

Batik Trusmi memang telah mencetak banyak jutawan dan milyuner, seperti pasangan Sally Giovanny dan Ibnu Riyanto yang merupakan owner TRUSMI Group dan Batik Kitchen yang omzetnya milyaran serta memiliki banyak cabang.

Kemudian ada Ninik Masruni Masina pemilik Warung Batik Ninik Ichsan, lalu Edi Baredi, owner EB Kampoeng Batik Traditional, dan masih banyak lagi yang lain.

Trusmi memang terkesan gemerlap dengan hadirnya sejumlah official fanpage Batik Trusmi dan online shop seperti Annur, Nova, Rasheda, Wening dan Stasiun Batik.

Mereka memang khusus menjual Batik Trusmi dan gencar memasang iklan serta memajang foto-foto produk lewat website, facebook, instagram hingga youtube.

Namun, pada kenyataan, tidak semuanya persis sebagaimana bayangan setiap orang. Karena gambaran yang tersaji di sentra batik ini berwarna hitam putih.

Ada yang kehidupannya melambung berkat batik, tapi lebih banyak hidup dengan gaji pas-pasan karena menekuni usaha sebagai pengrajin.

Kampung di Desa Weru Lor Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon ini meski terkenal sebagai penghasil batik sejak abad ke-14 namun industri batik hingga kini masih belum bisa memberikan kesejahteraan yang utuh kepada masyarakat Trusmi.

Hal ini dikarenakan dengan indikasi masih adanya kesenjangan yang menyolok dari sisi ekonomi antara para pengrajin dengan pengusaha.

Lanjut:  10 Barbershop Terbaik di Cirebon Yang Bagus dan Harganya Murah, Cobain Deh!
Foto By @innesudjono

Kesenjangan tersebut disebabkan karena keterbatasan modal dari para pengrajin serta mekanisme pembayaran dari pihak showroom yang memakan waktu lama.

Rentang waktu tersebut sudah barang tentu menjadi beban bagi para pengrajin karena mereka harus mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari berikut beban bunga pinjaman dari modal usaha yang harus mereka tanggung.

Karena itu muncul istilah “gudhel nyusu kebo” (kerbau yang meminum susu anaknya) untuk menggambarkan showroom-showroom yang justru disubsidi oleh para pengrajin dan bukan sebaliknya.

Hal tersebut muncul akibat dampak dari relasi ekonomi, dimana ada semacam ketergantungan dari pengrajin kepada pengusaha.

Harga jual batik yang tinggi di showroom-showroom tidak membuat tingkat ekonomi pengrajin meningkat karena harga beli dari pengusaha ke pengrajin masih saja murah.

Akibatnya, dalam relasi sosial masyarakat Trusmi, kemiskinan seolah sudah menstruktur, sehingga banyak keturunan pengrajin enggan melanjutkan profesi orang tua mereka untuk meneruskan tradisi yang sudah turun temurun.

Langkah untuk mengantisipasi persoalan tersebut sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah.

Beberapa diantaranya dengan membuka koperasi di beberapa tempat guna menampung sekaligus menjadi showroom bagi para pengrajin yang tidak memiliki tempat untuk memajang hasil produksi mereka.

Bahkan, sejak bulan Maret 2015 Pemerintah Daerah Cirebon juga telah membuka Pasar Batik Trusmi untuk memberi tempat bagi para pengrajin agar dapat memasarkan hasil produksi mereka tanpa melalui para pengusaha.

Namun, langkah tersebut hingga kini masih belum membuahkan hasil yang begitu maksimal.

Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi pasar yang sepi dan berbeda jauh dari Pusat Grosir Batik Trusmi yang selalu ramai dikunjungi pembeli maupun wisatawan.

Banyak faktor yang menjadikan Pusat Grosir lebih ramai dibanding Pasar Batik, beberapa diantaranya karena fasilitas di pasar masih minim jika dibandingkan dengan Pusat Grosir.

Kemudian banyak bus pariwisata yang justru lebih memilih membawa rombongan wisatawan berkunjung ke Pusat Grosir dibandingkan ke Pasar Batik. Kondisi ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

Sejarah Singkat❤️

Foto By @adaydc_2

Sejarah tentang Kampung Trusmi memiliki banyak versi. Namun ada dua versi yang lebih mendekati kebenaran dan dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Cirebon.

Versi pertama sebagaimana tertulis dalam wikipedia, yaitu kisah tentang Putra dari Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yang bernama Pangeran Cakrabuana.

Setelah melepaskan jabatannya dan menjadi murid Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, Pangeran Cakrabuana hijrah ke Cireban dan menetap di kawasan yang kini disebut Desa Trusmi.

Untuk dapat menempati kawasan tersebut, dia harus terlebih dahulu menaklukkan penguasa sebelumnya yaitu Ki Gede Trusmi.

Selanjutnya, Ki Gede mengabdi dan menjadi murid Pangeran Cakrabuana yang berjuluk Ki Buyut Trusmi.

Saat itu Ki Buyut juga mendirikan padukuhan di sebelah Barat Keraton Pakungwati yang jaraknya sekitar 7 km.

Di padukuhan tersebut terdapat sebuah balong atau kolam keramat yang airnya sangat jernih.

Sumber air yang ada di balong tersebut terus menerus mengalir atau semi sehingga disebut Terus Semi yang kemudian disingkat Trusmi.

Versi kedua berkisah tentang Putra Pangeran Carbon Girang yang bernama Pangeran Manggarajati yang juga dikenal dengan nama Bung Cikal.

Saat masih kecil, Bung Cikal sudah ditinggal mati oleh ayahnya, sehingga oleh Sunan Gunung Jati diangkat anak.

Selanjutnya, oleh Sunan Gunung Jati, Bung Cikal dititipkan kepada Pangeran Cakrabuana.

Meski masih kecil, Bung Cikal memiliki kesaktian yang luar biasa. Hanya saja, dia memiliki kebiasaan buruk, yaitu merusak tanaman-tanaman yang ditanam Pangeran Cakrabuana.

Namun, pada akhirnya Bung Cikal memperoleh pelajaran, yaitu setiap kali dia memetik dan mencabuti tanaman, maka tanaman tersebut langsung bersemi kembali.

Lanjut:  Uniknya Spot Foto Bertemakan Es Krim di Pink Ice Cream Cirebon

Karena itu, tempat tersebut kemudian dikenal dengan nama Padukuhan Terus Semi yang kemudian disingkat menjadi Trusmi.

Foto By @dimaspriantoni

Padukuhan ini berubah menjadi sebuah desa pada saat meletusnya Perang Diponegoro atau sekitar tahun 1925.

Terlepas mana yang benar dari kedua kisah tersebut, masyarakat Cirebon mempercayai bahwa yang mengajarkan masyarakat Desa tersebut bercocok tanam dan membatik adalah Ki Gede Trusmi, murid dari Ki Buyut Trusmi.

Itu sebabnya makam Ki Gede sampai sekarang masih terawat dengan baik. Masyarakat setempat bahkan selalu menggelar upacara Ganti Welit (mengganti atap) setahun sekali dan Ganti Sirap (mengganti dinding makam) 4 tahun sekali.

Rute Menuju Lokasi❤️

Hanya butuh waktu sekitar 3,5 jam perjalanan bagi wisatawan yang berangkat dari Jakarta Selatan menuju kota Cirebon, atau sekitar 3 jam jika berangkat dari daerah Cawang atau Taman Mini.

Sehingga bisa dibilang cukup dekat. Itupun dengan kecepatan normal dan sudah termasuk berhenti di rest area.

Perjalanan dari Jakarta dapat ditempuh dengan melewati Tol Cikampek disambung Tol Cipali sejauh sekitar 103 km.

Keluar dari Tol Cipali langsung masuk ke Tol Palimanan – Kanci, kemudian exit di pintu Tol Plumbon, tepatnya pintu keluar kedua.

Begitu meninggalkan Tol Plumbon, Anda sudah masuk wilayah Cirebon. Lokasi Kampung yang dituju sekitar 1 kilometer dari pintu keluar Tol Plumbon.

Dengan rute yang sangat mudah tersebut, siapapun rasanya tidak mungkin tersesat, karena begitu keluar dari pintu tol akan banyak ditemui rambu penunjuk arah yang akan membawa wisatawan ke alamat dituju.

Foto By @batiksalmacirebon

Dengan mengikuti rambu tersebut, tidak berapa lama lagi Anda akan tiba di sebuah gapura besar. Gapura itulah yang menjadi penanda pintu masuk Trusmi.

Siapapun akan langsung yakin kalau kawasan tersebut merupakan sentra batik karena di sana dapat dilihat deretan toko yang semuanya menjual dagangan sama yaitu produk tekstil khas Indonesia.

Produk tekstil tersebut terdiri atas berbagai jenis mulai dari batik tulis, cap dan printing.

Beberapa toko yang ada di Pusat Grosir tersebut diantaranya adalah Hafiyan, IBR, Lebet Sibu, Lia, Mahkota, serta yang lain.

Khusus untuk batik tulis didominasi oleh produk dari Trusmi sedang cap dan printing mayoritas didatangkan dari Purwokerto, Solo serta Jogja.

Berburu Batik
❤️

Foto By @moi_tiara

Pusat Grosir ini memang tempat yang paling banyak dikunjungi para wisatawan, karena bus-bus pariwisata mayoritas membawa penumpangnya ke tempat ini jika ingin berbelanja kain batik.

Di Pusat Grosir ini pula lidah wisatawan akan dimanjakan dengan serangkaian kuliner khas Cirebon.

Contohnya seperti Empal Gentong, Nasi Jamblang, Tahu Gejrot, Sego Lengko, Docan, Empal Asam, Pedesan Entog, Tahu Kuningan, Kerupuk Melarat, dan sejumlah makanan lainnya yang sulit ditemui di tempat-tempat lain.

Tapi jika ingin menuju ke Trusmi, dari Pusat Grosir perjalanan masih harus diteruskan hingga tiba di sebuah toko paling besar bernama “Batik Trusmi”.

Toko seluas 1,5 hektar inilah milik dari Sally Giovanny, miliuner cantik asli Cirebon yang masih berusia 28 tahun, namun telah memiliki karyawan tetap sebanyak lebih dari 850 orang dan menggandeng 500 lebih pengrajin.

Toko tersebut bisa dibilang telah menjadi landmark serta one stop Shopping place karena di dalamnya tersedia beragam jenis dan motif kain batik serta oleh-oleh khas Cirebon.

Selain sebagai pusat perbelanjaan, area parkir yang ada di toko tersebut juga bisa dijadikan sebagai tempat penitipan mobil jika ingin menjelajah Kampung Trusmi.

Kampung yang dimaksud sebenarnya hanya memiliki satu ruas jalan utama ditambah beberapa ruas jalan kecil.

Rumah-rumah penduduk yang berjajar di kanan kiri jalan, sebagian digunakan untuk showroom dan masing-masing memiliki papan nama. Beberapa diantaranya adalah Jaya Abadi,Asofa, Nofa, serta yang lain.

Lanjut:  10 Daftar Pilihan Kue dan Jajanan Khas Daerah Cirebon Yang Enak dan Lezat, Wajib Dicoba!

Tidak perlu ragu untuk masuk ke salah satu rumah yang juga berfungsi sebagai showroom tersebut.

Bila tujuannya memang ingin berburu produk tekstil khas Indonesia, justru sangat disarankan untuk keluar masuk rumah/showroom.

Karena masing-masing rumah memiliki kain dengan motif yang berbeda, sebab mereka memproduksinya sendiri secara khusus sehingga eksklusif.

Foto By @batiksalmacirebon

Meski motif kain yang ditawarkan setiap toko berbeda, namun jenis koleksi yang dijual rata-rata sama, seperti blus dan bawahan wanita, dress, daster, baju gamis.

Bahkan ada juga berbagai jenis baju pria, seperti hem dan baju koko. Bahkan hingga baju untuk anak, busana keluarga seperti baju sarimbit alias couple dengan model-model terbaru.

Bahan dari kain-kain batik tersebut juga terdiri dari berbagai jenis mulai dari yang biasa sampai yang bagus, seperti dobby, katun, embos sampai dengan sutra.

Begitu juga dengan harganya, mulai dari yang termurah sekitar Rp.100.000-an sampai dengan yang termahal lebih dari Rp.2 juta.

Berbelanja di rumah sekaligus showroom ini lebih direkomendasi dibandingkan di Pusat Grosir, karena pembeli dipastikan akan memperoleh produk-produk eksklusif.

Foto By @batiksalmacirebon

Mengapa? karena produknya tidak diproduksi secara masal sebagaimana batik cap dan printing dengan harga lebih murah untuk barang dengan kualitas sama jika dibandingkan dengan yang dijual di Pusat Grosir.

Hanya saja jangan membeli per meter, karena batik tulis tidak diproduksi dan dijual meteran sebagaimana batik cap dan printing yang banyak dijual di Cihampelas Bandung, JMP Surabaya, Mayestik atau Thamrin City di Ibukota Jakarta.

Berbagai motif batik khas Cirebonan Klasik dapat ditemui di tempat ini seperti Ayam Alas, Gunung Giwur, Simbar Menjangan, Singa Payung, Patran Keris, Banjar Balong, Patran Kangkung dan sebagainya.

Namun jika ingin membeli yang benar-benar khas Trusmi ada 3 motif bisa dipilih. Pertama, motif Sawat Pengantin yang merupakan kain adat pernikahan.

Kedua, Paksin Naga Liman dengan gambar ular naga dan sayap burung dan ketiga, motif Mega Mendung yang berbentuk awan dengan gradasi warna unik sert variatif.

Menjelajah kampung ini bisa dilakukan sejak pagi hingga malam hari, karena rumah-rumah yang dijadikan showroom tersebut buka sejak jam 08.00 dan tutup sekitar pukul 21.00 WIB.

Tidak hanya berbelanja saja yang dapat dilakukan pengunjung di tempat ini, tapi juga melihat rumah-rumah tradisional milik warga dan melihat aktifitas warga dalam memproduksi batik.

Baik itu mulai dari membentangkan kain pada gawangan, mencairkan malam dalam wajan, menyaring malam, mencanting, mewarnai sampai dengan menjemur kain yang sudah melalui berbagai proses.

Jika hanya sekedar melihat masih belum merasa puas, pengunjung dapat belajar membatik dengan berkunjung ke Sanggar Katura yang ada di kampung ini.

Di sana akan diajarkan secara lengkap tentang proses membuat kain batik, mulai dari awal sampai dengan finishing, dan tidak hanya sekedar teori, tapi juga disertai praktek.

Karena itulah Kampung Batik Trusmi tidak hanya sekedar wisata belanja, tapi juga wisata budaya dan edukasi.


Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!