Candi Ngawen, Berasal Dari Peninggalan Kerajaan Apa?

Lokasi: Ngawen, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah 56415
Map: Klik Disini
HTM: Free
Buka Tutup: 07.00-17.00
Telepon:

Indonesia, tepatnya Pulau Jawa memiliki anugerah keberadaan bangunan bersejarah yang cukup banyak. Ada yang melejit namanya, seperti Borobudur, Prambanan, serta Mendut.

Ada pula yang tertutup masa, terpinggirkan serta tinggal kenangan. Bahkan ada juga yang menemukan dalam bentuk tak utuh, atau masih menjadi misteri.

foto by instagram.com/kotamuntilan

Jika bentuk bangunan bersejarah yang satu ini tertinggal hanya sedikit, para arkeolog ataupun sejarawan mencoba mengumpulkan bukti-bukti serta memperkirakan arsitekturnya secara utuh.

Bahkan cerita-cerita dari prasasti, ataupun artikel yang pernah diterbitkan di jaman dulu pun sebagai alat untuk mengumpulkan kepingan puzzle yang hilang. Karena bangunan bersejarah ini merupakan petunjuk seperti apa kehidupan sebelumnya, apa saja yang telah terjadi, dan sebagainya. Legenda yang berlatar belakang bangunan bersejarah pun sering diucapkan.

Tak terkecuali Candi Ngawen. Bagaimana riwayat kawasan ini, apa yang telah terjadi pun masih menjadi misteri walaupun sudah hampir rampung.

Sejarah Singkat❤️

foto by instagram.com/kotamuntilan

Bisa dibilang kawasan Jawa Tengah memiliki banyak candi, baik bernafaskan agama Budha ataupun Hindu. Menurut wikipedia, bagi umat Budha dan Hindu, candi memiliki pengertian bangunan suci.

Kawasan dipelihara dengan baik dan percaya bahwa para dewa bersemayam pada bayangan itu. Akan tetapi tak semua ditemukan utuh. Ada yang memang tak selesai dibangun, rusak akibat bencana alam, ataupun ulah tangan jahil manusia.

Candi Ngawen beralamat di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Keberadaannya bagi masyarakat Magelang pun masih sedikit yang mengetahui.

Tak banyak yang tahu tentang asal usul, sejarah sampai kehadirannya. Padahal posisinya tak jauh dari Pasar Muntilan. Berjarak kira-kira sejauh 35 kilometer dari Kota Yogyakarta, bangunan ini tercantum di peta dengan baik.

Pertama kali ditemukan oleh Belanda lalu dipugar pada tahun 1911. Ada catatan di pos penjagaan yang menulis bahwa ia dibangun sekitar abad 8 atau pada masa dinasti Syailendra (Budha) dan dinasti Rakaipikatan (Hindu). Kawasan ini dibuat pada dua dinasti sehingga dijuluki Candi Peralihan.

Lanjut:  10 Rekomendasi Makanan Khas di Daerah Magelang Yang Enak dan Lezat Siap Menggoyang Lidahmu

Fungsi bangunan ini bila dilihat dari coraknya, adalah untuk tempat beribadah umat Budha. Yang membedakan adalah frekuensi digunakannya yang jarang dikunjungi. Sekalinya dikunjungi saat perayaan Waisak tapi pengunjungnya hanya sedikit.

Struktur Candi
❤️

foto by instagram.com/kotamuntilan

Jika dipandang sekilas bangunan ini mirip dengan candi Hindu. Ini karena bentuknya yang meruncing. Akan tetapi ia terlihat memiliki stupa dan teras yang menjadi simbol dalam candi Budha. Candi Ngawen bisa dibilang mirip dengan Candi Mendut.

Kompleks ini memiliki lima bangunan candi, dua induk dan tiga apit. Candi induk adalah candi utama sedangkan candi apit adalah bangunan pendamping. Di antara dua candi induk itu hanya satu yang bisa dibilang masih lengkap.

Walau lengkap, stupa di sini sudah pecah menjadi beberapa bagian sejak ditemukan. Batu penyusun pada induk tersebut paling banyak. Pemerintah pun melakukan tindakan pengamananan dengan melapis semen pada sambungan batu tersebut.

foto by instagram.com/kotamuntilan

Sedangkan candi induk yang lainnya banyak batu penyusun yang pecah dan hilang. Bahkan stupa pun hilang. Sehingga ia hanya berlantai tapi tak memiliki atap atau dinding. Tak hanya batu penyusunnya tapi juga ditemukan batu-batu di pelataran. Akan tetapi arti dan fungsinya masih belum jelas.

Luas areanya lebih kecil dari luas area Candi Mendut. Tapi suasana alamnya masih asri. Sayangnya, potensi wilayah ini sendiri belum terlihat dengan baik. Padahal jika dikelola dengan baik, tak hanya kawasan ini tetapi juga masyarakat sekitar pun ikut merasakan keuntungannya.

Penemuan Bersejarah
❤️

foto by instagram.com/kotamuntilan

Sampai saat ini, kapan kawasan ini dibangun serta siapa raja yang membangun pun belum diketahui dengan pasti. Para ahli purbakala masih menggali informasi atas bangunan ini.

Diperkirakan, pembangunannya satu jaman dengan pembangunan Candi Borobudur dan Candi Gunung Wukir sekitar abad ke-8 dan 9 Masehi atau masa kejayaan Kerajaan Mataram Kuno.

De Casparis, ahli purbakala Belanda, menduga kompleks ini dibangun secara gotong royong oleh pendirinya. Yaitu antara Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra dan Raja Pikatan Dyah Siladu dari Dinasti Sanjaya.

Lanjut:  Museum Diponegoro Magelang

Pendapat ini berdasarkan cantuman dalam Prasati Karangtengah tahun 824 Masehi. Dugaan lain menyebutkan bahwa kawasan ini menjadi korban letusan Gunung Merapi tahun 1006 M. Tentu membuat lokasi ini tertimbun material vulkanis setebal 2 meter.

foto by instagram.com/neqmimi

Tahun 1874, kompleks ini berhasil ditemukan lagi oleh MW Hoepermans, seorang pejabat Belanda. Kemudian, J. Van Aals mengadakan penelitian pada 1897. Ia menemukan susunan batu fondasi di depan Candi Ngawen II.

Arca Dhyani Budha Amitabha ditemukan di Candi Ngawen IV. Batu-batu situs diinventariskan oleh Th. Van Erp ketika melakukan pemugaran Candi Borobudur pada 1911.

Mulai tahun 1925, FJ. Perguin melakukan penelitian, penggalian, serta pemugaran. Ia pun berhasil memugar pada 1927. Namun sampai saat ini tak pernah dipugar lagi.

Dari penggalian kawasan ini, ia menemukan arca Dhyani Budha Ratna Sambhawa serta piranti kuno berupa gentha yang terbuat dari perunggu. Posisinya ada di puncak atap bagian dalam. Penemuan piranti tersebut, yang biasa digunakan untuk ritual agama Budha dicatat oleh Stutterheim pada 1935.

Keunikan Candi
❤️

foto by instagram.com/hairus9

Keunikan terlihat dari corak bangunan yang berbeda dengan beberapa candi yang ditemukan di daerah Magelang. Bangunan ini bercorak khusus. Ornamen dan hiasan diselimuti dengan motif khas. Kemudian bangunan memiliki gapura yang terpisah dengan badan situs. Tujuan gapura yang terpisah ini adalah agar tampak lebih luas dan indah.

Keunikan lainnya adalah berdirinya arca Singa Jantan di setiap sudut. Arca tersebut berdiri dengan posisi berdiri di atas batu bulat yang dipahat. Makna arca ini adalah penjaga untuk menangkal pengaruh jahat.

Hiasan ini ada juga di Candi Kidal yang terletak di daerah Malang, Jawa Timur. Walaupun berbagai sumber sejarah menyebutkan bahwa arca ini sulit ditemukan pada bangunan candi di Jawa. Tapi dapat ditemui di beberapa kuil di wilayah Mathura di India.

foto by instagram.com/hairus9

Bentuk bangunannya mirip dengan bangunan candi Hindu. Ini karena bentuknya yang meruncing. Akan tetapi, ia memiliki stupa dan undak-undak. Ini memperkuat simbol yang ada dalam candi Budha. Tak hanya itu, kemiripannya dengan Candi Mendut menjadi keunikan tersendiri.

Lanjut:  Nggak Bikin Kantong Jebol, Ini Dia 10 Rekomendasi Cafe Daerah Magelang yang Hits dan Instagramable

Walaupun bangunan sebagian besar belum utuh, tapi pada sisi lain ada relief yang masih cukup jelas. Salah satunya adalah Kinara Kinari. Kinara Kinari adalah makhluk khayangan yang berwujud manusia setengah burung. Mereka bertugas menjaga kalpataru dan pertunjukan.

Ukiran Kinara Kinari selalu mengapit Kaplpataru. Kalpataru sendiri adalah pohon khayangan yang hidup sepanjang masa, tempat menggantungkan segala asa.

Rute Menuju Lokasi
❤️

foto by instagram.com/hairus9

Posisi kawasan ini tak jauh dari aliran Sungai Blongkeng. Jika Anda berkendara dari Jalan Pemuda, Muntilan, di simpang tiga jambu, Anda akan menemukan papan petunjuk arah. Dari situ, Anda berkendara sejauh kira-kira 2,7 kilometer ke arah selatan untuk sampai ke lokasi melewati jalan KH Dalhar.

Harga Tiket Masuk❤️

Harga tiket masuk untuk mengunjungi situs, sampai saat ini, tak dipungut biaya. Tapi Anda diimbau untuk menjaga kebersihan kompleks. Dilarang mencoret-coret, dilarang merokok, serta dilarang memanjat bangunan.

foto by instagram.com/kotamuntilan

Plaosan dan Prambanan❤️

Jika berbicara keunikan, jangan lupa sertakan Candi Plaosan. Kawasan yang terletak di Desa Bugisan, Prambanan ini merupakan candi Budha yang memiliki arti mendalam.

Sering disebut kembar, keunikannya karena dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan yang bergelar Pramodhawardhani dari wangsa Syailendra, pemeluk agama Budha menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu.

Pendapat ini berdasarkan Prasasti Cri Kahulunan. Pendapat lain mengatakan bahwa Plaosan dibangun sebelum masa pemerintahan Rakai Pikatan. Kisah cinta mereka memang menarik. Walau berbeda, mereka menjaga kerukunan dalam kehidupan.

Bangunan bersejarah ini tak lagi hanya sekedar untuk upacara keagamaan. Agar meningkatkan ketertarikan pengunjung mendatangi wisata sejarah satu ini, mereka pun membuat festival. Seperti Prambanan Lights Festival, Prambanan Music, Art & Culture Festival dan sebagainya. Anda bisa mengunjunginya dan mengambil beberapa foto dari sisi dan nilai yang berbeda.

Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!